Posted by : Ridwan Sobirin Saturday, November 5, 2022

Foto: Dokumentasi Pribadi, Musim Panas di Kampus

Note: 
Audio pendamping selama membaca tulisan ini (klik di sini)  

-------------------------


Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa segala keberhasilan yang diraihnya semata-mata merupakan hasil dari ikhtiar yang dilakukannya. Tetapi, siapa yang tahu, keberhasilan seseorang ternyata disebabkan oleh unsur sederhana yang begitu dicintai Tuhan.

Inilah cerita sederhana tentang kebaikan....

-----------------------------


Malam itu saya masih teringat betul saat Bapak tiba-tiba menelepon dengan suara yang terdengar sedikit berbeda. Suara Bapak terdengar lebih berat, seperti campur aduk antara rasa sedih, kesal, sekaligus penuh harap. Sungguh cara berbicara yang aneh dan jarang saya dengar dari Bapak pada waktu itu.

Bapak sendiri saat ini sudah menginjak usia 77 tahun dan tinggal di Cianjur. Biasanya, kami saling menelepon untuk menanyakan kabar masing-masing dan kondisi keluarga lainnya. Namun malam itu agak sedikit berbeda. Bapak mengabarkan bahwa ada satu masjid di daerah sana yang berisiko tidak bisa lagi dialiri listrik karena tidak ada warga yang mampu untuk membayarnya. Padahal, di masjid tersebut juga terdapat pompa air listrik yang berfungsi menyediakan air bagi warga sekitar.

Bapak membayangkan, bagaimana jadinya apabila listrik tersebut hilang dari masjid. Warga akan sholat dalam kegelapan, anak-anak akan mengaji tanpa penerangan. Selain itu, kebutuhan warga akan air dikhawatirkan tidak bisa terpenuhi jika tidak ada yang mau menanggung biaya bulanan pompa air tersebut.

Kalian dan saya pasti tahu perbincangan Bapak ini akan bermuara ke mana.

Betul, Bapak menawarkan saya untuk membantu masjid tersebut agar dapat terus beroperasi. Bapak mungkin bisa saja melakukannya sendiri. Tapi kali ini entah kenapa Bapak menawarkannya kepada saya. 

Namun demikian, sebagai makhluk yang dibekali akal dan hati nurani, mendengar cerita tersebut dalam hati kita tentu ikut miris. Dalam benak saya muncul berbagai pertanyaan (dan mungkin, jika boleh jujur, sedikit su'udzan) tentang kondisi masyarakat di sana. Apakah mereka tidak bisa gotong royong mengatasi hal itu? Apakah tidak ada orang yang mampu di daerah tersebut? Kemana peran para pemimpin dan tokoh masyarakat di sana?

Dalam perbincangannya di telepon, Bapak sepertinya sudah tahu bahwa saya akan mempertanyakan kenapa hal-hal seperti ini bisa terjadi. Namun Apa berkata kurang lebih seperti ini:

"Pasti kita mempertanyakan ini dan itu, mempertanyakan kenapa hal yang tidak elok ini bisa terjadi. Mungkin benar bahwa ada yang tidak betul di sana dan masih belum kita mengerti. Tapi, sekarang yang terpenting bukanlah mempertanyakan ini dan itu. Pada saat ini, sebuah masjid, warga yang hendak sholat, masyarakat yang butuh air, dan anak-anak kecil yang semangat untuk mengaji, sedang menunggu keikhlasan seseorang untuk datang membantu, supaya warga bisa terus beribadah dengan tenang, agar anak-anak dapat mengaji dalam terang, dan para janda, orang tak punya, bisa terus hidup dengan air yang seharusnya menjadi hak dasar mereka.... Insya Allah berkah, Wan..."

Mendengar hal tersebut, memang ada betulnya. Alih-alih menyalahkan kegelapan, saat ini yang paling tepat adalah bagaimana kita bisa menemukan, atau bahkan menjadi cahaya yang dapat menerangi gelapnya keadaan. 

Singkat cerita, saya pun sepakat untuk membantu masjid tersebut. 

Sudah tentu saya masih jauh dari gelar 'orang baik' apalagi 'orang sholeh'. Dan tentu saja, apa yang saya lakukan ini tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan kebaikan orang lain di luar sana. Mungkin teman-teman yang membaca tulisan ini pun memiliki amalan kebaikan yang jauh lebih banyak dari yang saya lakukan ini. 

Namun yang pasti, kami berharap kepada Allah agar apa yang kami lakukan ini dapat diterima-Nya, sebagai bentuk syukur atas begitu banyak nikmat yang diberikan-Nya kepada kami. Dan saya berharap, segala yang tertulis di sini, dapat menjadi inspirasi kebaikan bagi orang yang membacanya.

--------------------------------------------------------------

Foto: Dokumentasi Pribadi, Musim Gugur di Kampus

Tanggal 5 Februari 2021 saya mendapatkan email yang saya tunggu. Ya, email dari University of Chicago. Sebuah email yang secara singkat menyatakan bahwa saya diterima di sana, tepatnya di Harris School of Public Policy, University of Chicago.

Tentu saya sangat bahagia dan bangga! Harris merupakan sekolah public policy atau kebijakan publik yang saya inginkan selain sekolah kebijakan publik lain seperti Kennedy di Harvard dan Goldman di Berkeley, tiga sekolah kebijakan publik di Amerika yang selalu bersaing ketat dalam ranking dunia. Namun demikian, setelah melakukan riset di kurikulum ajarnya serta bertanya pada alumni-alumninya, saya memutuskan hanya apply ke Harris di Chicago. Dibandingkan dengan sekolah public policy lainnya, Harris lebih fokus pada quantitative and economics approach. Sebagai orang yang bekerja di sektor ekonomi, saya merasa lebih cocok dengan kurikulumnya. Saya pun percaya, dengan masuk ke Harris, akan lebih banyak ilmu dan manfaat yang bisa saya berikan pada institusi di mana saya bekerja. A bigger opportunity to give back. 

Lalu apa kaitan diterimanya saya di University of Chicago dengan cerita masjid di atas?

Apakah kita memiliki perasaan yang sama terhadap orang yang jahat kepada kita dengan orang yang sering berbuat baik pada kita? Saya rasa tentu berbeda. Kita akan sangat menyayangi orang yang selalu berbuat baik tersebut, dan dengan senang hati membantu mereka apabila mereka membutuhkan pertolongan. Sebaliknya, kita akan merasa sebal dan mungkin berharap tidak bertemu dengan orang yang sering menyakiti kita.

Saya mempercayai bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Pemaaf sekaligus Maha Penyayang. Seseorang yang selalu berbuat dosa pada-Nya saja akan dijanjikan lautan ampunan apabila dia bertaubat. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang selalu taat pada-Nya? Yang menolong agama-Nya?  Tentunya Allah akan sangat menyayanginya. Saat hamba yang taat tersebut meminta sesuatu, Allah tentu tak akan tega untuk tidak memberikannya, bahkan diberikan-Nya hamba tersebut sesuatu yang lebih baik dibanding apa yang dia minta sebelumnya.

Dan bagi kita yang beragama Islam, tentu percaya bahwa segala sesuatu itu terjadi setelah mendapatkan izin dari Allah SWT tanpa mengurangi ikhtiar paling optimal yang bisa kita lakukan.

Siapa tahu, diterimanya saya di Chicago adalah atas berkah sedekah yang saya berikan ke masjid tersebut. Mungkin karena doa-doa saya selama bulan suci Ramadhan. Mungkin karena sholat yang saya dirikan. Mungkin karena kebaikan yang saya berikan pada keluarga, saudara, dan orang lain. Kebaikan-kebaikan itu membuat Allah tidak tega untuk membiarkan kita bersedih, karenanya dikabulkanlah doa-doa kita tersebut.

Saya sendiri pun merasakan berkah semenjak beritikad untuk membantu masjid tersebut. Berbagai kelancaran datang silih berganti baik dari sisi karir, kehidupan pribadi, sosial, hingga kesehatan. 

Kebaikan-kebaikan kecil itulah yang membuat segala urusan kita dilancarkan. Berbagai kebaikan itulah yang membuat hidup kita dilapangkan. Kebaikan akan selalu dibalas dengan kebaikan, dalam berbagai rupa yang disiapkan oleh Tuhan. 

Jangan sungkan, teruslah berbuat kebaikan. Bismillah.

Daun Musim Gugur di University of Chicago
Foto: Dokumentasi Pribadi, Musim Gugur di Kampus

Ridwan Sobirin. Powered by Blogger.

Visitors

- Copyright © Ridwan's Personal Light Thoughts -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -