Posted by : Ridwan Sobirin Tuesday, April 7, 2015

Do you believe that friendship is one of the most beautiful things in the world?
Well, I do believe that. I really do.

Kiri ke Kanan : Dickky, Ridwan, Deden (Almarhum), dan Rizki

Terlepas dari apapun kepribadian yang kamu miliki (Entah itu ekstrovert, introvert, sanguinis, koleris, melankolis, plegmatis, dominant, influental, steady, conscientious atau apapun yang sering disebutkan oleh para ahli psikologi), pada dasarnya kamu tetaplah seorang makhluk sosial. Kamu pasti akan selalu membutuhkan orang lain, termasuk sahabat-sahabatmu.

Sosok-sosok yang selalu jujur dalam mendukung keberhasilanmu. Mereka yang membantumu saat hidup terasa begitu berat untuk dijalani. Mereka yang mendorongmu saat dirimu merasa ragu, atau sekedar menambahkan sedikit unsur humor di setiap episode kelabu dalam kehidupanmu. Atau mungkin, sesederhana menjadi tempat berbagi cerita tentang apa saja yang sudah dialami oleh masing-masing kalian di setiap harinya. Ah, apapun itu, beruntunglah kalian yang mempunyai sahabat-sahabat seperti itu.

Kali ini akan saya ceritakan kepada kalian tentang kisah persahabatan yang saya miliki dengan Deden, Dickky, dan Rizki. Namun kali ini saya akan lebih banyak bercerita tentang Deden, sahabat karib kami yang telah wafat dan pergi mendahului kami bertiga tepat dua minggu lalu di Papua.

Saya masih teringat pertama kali bertemu orang-orang baik ini adalah saat kami berempat masuk sebagai pegawai Bank Indonesia. Kami adalah angkatan ke-31 dari rekrutmen pegawai Bank Indonesia, PCPM namanya. Saya bertemu Deden dan Dickky pertama kali pada saat pembukaan pelatihan PCPM yang pertama di Gedung Kebon Sirih BI. Sementara itu saya mengenal Rizki pada saat kami melaksanakan Samapta (Latihan Semi-Militer) di Sukabumi. Pada saat itu, saya masih ingat Deden yang pertama kali menyapa saya dengan logat Surabayanya yang khas. Dickky juga demikian.  Saat pertama kali bertemu dengan mereka, kesan pertama yang muncul adalah mereka orang-orang baik nan bersahaja. Begitu pun dengan Rizki yang juga ternyata adalah teman SMA dari teman saya saat kuliah di Unpad dulu. Diantara mereka bertiga, Deden adalah orang yang paling jenaka, humoris, dan selalu mencairkan suasana.

Sewaktu Samapta dulu, Deden pernah membuat semua orang terbahak-bahak, termasuk saya sendiri. Pada waktu itu, saat jam-jam istirahat sore di mana semua orang sedang asyik beristirahat, bersih-bersih dan ngobrol-ngobrol santai, tiba-tiba pelatih kami menyalakan sirine tanda berkumpul di lapangan secara tiba-tiba. Sontak, kita semua kaget! Ada yang masih di kamar mandi, nongkrong, bahkan ada yang masih belum ganti pakaian sama sekali! Hahaha.

Kami semua, satu angkatan, saat Samapta PCPM 31-2 BI
Pada waktu itu semua terlihat kacau dan chaos. Semua orang segera beres-beres dan berlari-lari ke tengah lapangan. Jika sekali saja kita terlambat, maka siap-siap sanksi akan diberikan kepada kita. Sontak semua orang berlari seadanya. Ada yang masih pakai handuk, baju dalam, dan celana pendek, hingga pada suatu ketika pelatih kita menanyakan hal ini:

“Siapa diantara kalian yang tidak memakai celana dalam? Ayo maju! Ayo ngaku!”
Tanya sang pelatih dengan tatapan tajam, suara lantang, dan wajah tegasnya.

Serempak semua orang terdiam. Tegang. Namun demikian, di tengah keheningan itu, majulah sosok Deden yang mengacungkan tangannya. Dengan gagah berani Deden maju ke depan dan mengaku bahwa dia  tidak sempat memakai celana dalam saat sirine berbunyi. Saat itu Deden ternyata masih ada di kamar mandi. Hahahaha. Dalam hati saya sempat bertanya-tanya : "Buset, si Deden berani banget ngaku gak pake celana dalam, dihadapan semua orang pulak...Waduh Den...".  Sontak pengakuan jujur Deden tersebut mengundang tawa dari seluruh peserta. Semuanya tidak menyangka ada orang yang selugu dan sejujur Deden. Sungguh sangat lucu kejadian itu kalau diingat. Namun demikian, dari sana kita tahu bahwa Deden orangnya sangat jujur dan memiliki integritas yang tinggi. Pada akhirnya, pelatih dan para peserta pun memuji kejujuran Deden. Pada waktu itu, Deden hanya bisa tertawa-tawa lugu dan lucu. Mungkin diselingi rasa malu juga tentunya. Hehehe.

Sisi Kanan: Saya, Rizki, Dickky, dan beberapa teman kami di PCPM 31-2 BI.

Waktu berlalu dan akhirnya setelah kegiatan Samapta selesai, kami melanjutkan program pelatihan PCPM selanjutnya, yakni Klasikal. Kegiatan tersebut berbentuk kegiatan belajar mengajar di kelas selama kurang lebih 3 bulan. Kebetulan pada waktu itu, saya, Deden, Dickky, dan Rizki disatukan dalam satu kelas. Dari sanalah kami mulai akrab meskipun sebelumnya kami sempat saling berkenalan satu sama lain, namun karena kita berbeda kelompok saat Samapta, jarang sekali komunikasi yang kita lakukan kecuali saat istirahat dhuhur dimana saya acapkali melihat mereka di barisan awal shaf sholat. Kami pun akhirnya bertemu kembali dan duduk berdekatan satu sama lain. Dari sanalah saya dan mereka bertiga mulai akrab dan menjadi teman baik. 

Kegiatan Klasikal sangat padat dan cukup menguras otak dan tenaga. Hampir setiap hari kita harus menghadapi ujian dari beberapa materi yang disampaikan oleh para pengajar dari mulai ekonomi, kebijakan BI, hingga urusan arsip dan logistik. Hahahaha. Tidak jarang kami sekelas melakukan inisiasi kegiatan belajar mengajar setelah pelajaran usai. Kelas kami memang kompak dan orang-orangnya sangat baik. Seringkali, setelah pelajaran usai, biasanya saya, Deden, dan Dickky selalu belajar bersama di KFC Kemang. Tempat langganan kami makan malam, belajar, dan mengulang materi-materi yang telah dipelajari di kelas meskipun acapkali berakhir dengan obrolan-obrolan jenaka. Hahahaha. Dari kami bertiga, Deden memang terlihat yang paling santai, sementara saya dan Dickky biasannya cukup serius. Deden dengan gaya khas Surabaya-nya terlihat sangat enjoy meskipun besok pagi akan menghadapi beberapa mata pelajaran yang diujiankan. Hahaha. Malah Deden kadang selalu membicarakan topik-topik di luar pelajaran, dan acapkali kita berdua juga ikut terbawa membicarakannya sampai lupa waktu. Biasanya kami selalu menggunakan mobil Dickky saat hendak belajar dari LPPI Kemang di mana kami belajar ke lokasi KFC.

Kiri ke Kanan: Deden, Saya, dan Dickky. Setelah semalaman belajar di KFC Kemang. Hahaha.

















Deden adalah orang yang lucu nan khas. Dengan gaya logat Suroboyonya, Deden acapkali memberikan joke-joke yang mengundang tawa. Di kelas Deden menjadi salah satu icon kita dengan jargonnya Deden Wes Kesel (DWS). Hahaha. Saya pun sering bercerita dan minta pendapat dari Deden soal pacaran, pernikahan, dan hal-hal normal lainnya di usia kita yang sudah mencapai 20an. Sarannya sangat bagus, anyway.

Saya, Deden, dan Dickky bersama teman-teman kelas C lainnya.

For your information, Deden adalah sosok sahabat yang sangat rendah hati dan taat beragama. Acapkali Deden dan Dickky selalu mengajak saya untuk shalat Dhuha. Di samping itu, Deden dan Dickky juga paling rajin dalam menjalankan ibadah shaum sunnah seperti shaum Daud dan shaum Senin-Kamis. Saya dan Rizki sepertinya masih jauh dari dua orang sobat kami yang dua ini. Hahahaha. Deden dan Dickky selalu rajin mengingatkan kami untuk menawarkan sholat Dhuha bareng-bareng. Saya pun acapkali bertanya tentang bagaimana supaya bisa shaum secara rutin pada mereka. Mudah-mudahan nanti saya sama Rizki juga bisa ikut seperti Deden dan Dickky, rajin shaum sunnah. Di kelas, Deden juga terkenal dengan sikapnya yang selalu peduli dengan teman-temannya. 

Kiri ke Kanan: Dickky, Deden, Leo, Saya, Alnopri, dan Rizki (Sore hari, saat hari terakhir klasikal)

Waktu berlalu dan seluruh kegiatan PCPM pun selesai sudah. Kini tibalah saat pengumuman penempatan kerja. Saya masih ingat pada hari-hari terakhir sebelum kami berangkat ke daerah masing-masing. Saya ditempatkan di BI Banda Aceh (Aceh), Dickky di BI Pusat (Jakarta), Rizki di BI Palu (Sulawesi Tengah), dan Deden di BI Jayapura (Papua). Dulu Deden memang ingin sekali menjelajahi Indonesia bagian Timur. Bakalan seru katanya. Tidak seperti teman-teman kita yang lain, Deden tidak mau ditempatkan di BI Pusat di Jakarta. Deden lebih suka suasana kota yang tidak terlalu bising dengan hiruk pikuk aktivitasnya. Penempatan tersebut cukup sedih juga karena kita berempat masing-masing ditempatkan di daerah yang berbeda-beda, berjauhan pula dari ujung barat, tengah, hingga ujung timur Indonesia. Itu berarti bahwa kita pun nantinya akan jarang untuk bertemu ramai-ramai untuk sekedar nongkrong dan bertukar cerita. Pada hari terakhir itu, masih membekas di ingatan saya bahwa Deden ingin sholat di Masjid Istiqlal. Saya dan Dickky pun setuju. Sementara Rizki tidak bisa ikut pada waktu itu. Pada saat itu, kita memperdebatkan tentang hal yang cukup unik, yakni tentang kendaraan apa yang akan kita gunakan, apakah mobil Dickky, Bus, atau taksi? Saat itu Deden dengan yakin dan bersemangat mengajak kita untuk menggunakan bajaj. Hahahaha. Lalu pergilah kami bertiga memakai bajaj kecil dengan eksotisnya, meskipun kami harus berdesak-desakan. Namun rame dan asyik sekali pada saat itu. Hahaha. Kami ngobrol dan tertawa-tawa di bajaj tersebut, membicarakan berbagai hal sepanjang jalan. Saya masih teringat akan pertanyaan dan nasihat dari Deden saat itu:

“Pas nanti kita sudah di BI daerah, kita masih bisa kayak gini gak ya? Ketawa-tawa, ngobrol-ngobrol kayak gini. Aku takutnya kita pada berubah entar. Nanti jangan pada berubah ya...”  Ucap Deden dengan riang diiringi simpul senyumnya yang ramah, sedangkan matanya memandang jauh ke arah kubah Istiqlal.

Tidak disangka, ternyata saat itu adalah saat terakhir saya melihat Deden. Beberapa bulan setelah kami kami bekerja di BI daerah masing-masing, belum muncul juga kesempatan kami untuk bisa bertemu lagi satu sama lain. Paling hanya via media sosial atau chating saja.

Hari itu, Selasa shubuh, entah kenapa saya sudah merasa siap untuk pergi ke kantor pagi-pagi. Saya malah sudah siap-siap sebelum shubuh. Namun begitulah, tak peduli seberapa semangat pun saya pada hari itu, ternyata berita besar datang menghampiri saya. Takdir Allah memang harus tiba pada waktunya. Shubuh itu, saya masih ingat Enggar mengonfirmasi bahwa Deden telah meninggal dunia akibat kecelakaan tunggal di Papua.

Saat itu, saya betul-betul tidak percaya dan saya abaikan karena Enggar memang selalu bercanda dan suka dibercandain di group WhattsApp oleh anak-anak kelas C. Namun demikian, lama-kelamaan kondisi terasa makin aneh. Setelah saya tinggal beberapa saat, notifikasi di WhattsApp terus bertambah hingga ratusan, mengonfirmasi kebenaran meninggalnya Deden. Ternyata betul. Deden telah pergi, meninggal saat dalam perjalanan tugas kantor di jalan menuju Bandara. Saya langsung lemas. Terdiam. Jantung saya entah kenapa berdetak lebih cepat. Badan terasa lebih hangat dari biasanya, bergetar. Saya terdiam. Lalu tak terasa air mata mengalir dengan sendirinya. Pada saat pagi itu pun saya sempatkan untuk menelepon Dickky guna mengonfirmasi kebenaran berita tersebut. Bahkan air mata pun tidak berhenti saat saya mengendarai sepeda motor ke kantor. Sepanjang perjalanan selalu terbersit kenangan akan betapa baiknya Deden pada saya dulu. Orang yang selalu ceria, tidak pernah mengeluh, dan selalu peduli terhadap teman-temannya. Dan kini sosok baik hati itu sudah tidak ada lagi di dunia yang saya tinggali. Saya juga masih teringat akan mimpi Deden untuk melanjutkan kuliah S2-nya di luar negeri. Sama halnya dengan saya, Dickky, dan Rizki yang ingin melanjutkan sekolah di luar negeri. Sebuah keinginan yang mungkin terasa berat, namun tidak ada salahnya menginginkan atau memimpikan hal-hal yang baik, bukan?

Pagi itu pula, di kantor kebetulan ada agenda sharing rutin setiap hari selasa. Air mata saya tahan dan sembunyikan selama sharing tersebut berlangsung. Namun, di akhir acara Kepala BI di Aceh juga ikut mengumumkan tentang berita tersebut. Saat itu pun, saya sudah tidak bisa lagi menahan air mata saya. Saya menangis lagi saat mendengar pengumuman dari beliau tersebut. Terlihat cengeng, bukan? Namun itulah mungkin bukti akan betapa besarnya perbuatan baik yang dilakukan oleh Deden kepada saya dan yang lainnya sehingga saat kehilangan sosok tersebut untuk selama-lamanya terasa berat dan memilukan, apalagi hal tersebut terkesan begitu tiba-tiba. Kematian memang datang tanpa suara. Yoga dan Fadhil akhirnya bisa menenangkan saya. Ya, saya benar-benar masih berada dalam zona percaya dan tidak percaya akan kejadian ini. Terasa terlalu cepat. Terasa terlalu singkat, namun saya percaya bahwa itu adalah jalan dan waktu yang terbaik bagi Deden untuk kembali kepada Penciptanya.

Saat kalian melihat status dari Deden di BBM dan Twitter pribadinya, kalian akan melihat bahwa mungkin status itu memberikan pertanda bahwa Deden akan segera mendahului kita bertiga.




Jenazah Deden akhirnya diterbangkan ke Jakarta untuk selanjutnya dibawa ke Surabaya untuk dikebumikan. Dickky yang ditempatkan di Jakarta ikut mengiringi jenazah hingga ke tempat peristirahatannya yang terakhir di Surabaya. Sedih sekali tatkala saya yang di Aceh dan Rizki yang di Palu tidak bisa mengiringi Deden untuk yang terakhir kalinya.

Begitulah persahabatan kami dengan Deden. Mungkin kalau dihitung, umur perkenalan di antara kita kurang lebih baru setahun saja. Namun ikatannya terasa sangat kuat dan tulus. Persahabatan yang baik dan tak terlupakan itu tidak hanya milik mereka para remaja yang duduk di bangku SMA. Saat kita kuliah, saat kita bekerja, kita akan bertemu dengan orang-orang baru yang akan mewarnai kehidupan kita di fase kehidupan selanjutnya. Dan mereka, tentu akan menjadi salah satu dari sahabat-sahabat terbaikmu. Buatlah ikatan persahabatan yang tulus dan kuat. Saling mendukung satu sama lain. Jagalah persahabatan itu hingga nanti kalian menikah, hingga masing-masing dari kalian telah renta, hingga pada saat kalian menoleh ke belakang, yang tersisa hanyalah keindahan dari ukhuwah dan persahabatan yang kalian bangun berdasarkan kasih dan kejujuran. 

Juga, bersyukurlah jika sahabat-sahabat kalian itu masih ada di dunia ini. Karena ketika sudah berbeda alam nantinya, mungkin hanya doa dan mimpi yang bisa mempertemukan silaturrahim kalian. Seperti halnya yang saya, Dickky, dan Rizki alami saat ini.

Ya, meskipun kita sudah berbeda alam dengan Deden, namun almarhum selalu mempunyai tempat khusus di hati kita. 

Sampai jumpa Deden, sahabat kita yang mulia budinya, baik hatinya, serta ramah pembawaanya.

---------------------------------------------------------------

Note:
Seminggu setelah wafatnya Deden, saya mendapatkan kesempatan untuk dinas ke Jakarta. Saya bertemu Dickky di sana. Kami sepakat untuk ikut kegiatan #saferunning 10k di sana. Kita sepakat berlari untuk Deden, #run4deden kami menamainya karena Deden juga suka lari dan merupakan anggota BI Runner sewaktu masa pendidikan dulu. Akhirnya meskipun dengan tertatih-tatih, saya dan Dickky berhasil menyelesaikan lari sepanjang 10k. Farewell, cak Deden! Kami persembahkan medali ini buatmu, cak!

#run4deden


In Memoriam : Aperiden Akbar, 1990-2015

UPDATE : Kita sudah reunian kemarin. Simak cerita reuni kami di sini

{ 20 komentar... read them below or Comment }

  1. Ikut terharu baca artikel ini, persahabatan yg sungguh indah :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih banyak, Anonymous. Semoga di sana kamu juga selalu dikelilingi oleh sahabat-sahabat yang selalu mendukung dalam suka dan duka.

      Delete
  2. Assalamu'alaikum mas. kira2 saya boleh minta kontak emailnya ga ya mas, saya mau tanya2 mengenai rekruitmen BI. terima kasih :)

    ReplyDelete
  3. kematian memang selalu datang tanpa suara bang :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Widi.
      Thanks for reading and stopping by! :)

      Delete
  4. Saya tunggu anda dan sahabat" anda menjadi pimpinan BI

    11099 - HPW Jr

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin Allohumma Amiin.
      Terima kasih banyak Bapak sudah berkunjung dan memberi semangat. Sangat berarti.

      Semoga saya dan kawan-kawan bisa mengikuti jejak gemilang dari Bapak.

      Semoga sehat dan sejahtera selalu untuk Bapak dan keluarga di Palembang.

      Delete
  5. mas Ridwan...salam kenal terima kasih sudah sharing...boleh minta pin bbmnya dan whatasspnya...banyak yang saya ma sharing...terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Silahkan sharing dan ditanyakan di sini, EBC Education.

      Terima kasih.

      Delete
  6. assalamualaikum mas ridwwan. saya Tami. saya sangat menikmati setiap tulisan yang ada dalam blog ini. begituu menginspirasi dan untuk cerita yang ini membuat saya merinding. persahabatan yang sungguh luar biassa

    ReplyDelete
    Replies


    1. Sore Tami. Terima kasih banyak sudah mampir di tulisan ini. Semoga membawa manfaat. Salam untuk sahabat-sahabat Tami juga ya. Semoga sehat selalu.

      Delete
  7. ikut terharu smp nangis baca critanya,orang yang baik jadi cepet d panggilNya..salam kenal mas ridwan,seangkatan sm suami saya jg ini pcpm 31..

    ReplyDelete
    Replies


    1. Halo Nuke! Terima kasih banyak sudah mampir di sini. Semoga bermanfaat. Oh iya? Istri dari siapa Nuke? Aku pasti kenal suaminya. Wash, dunia sempit ya.

      Delete
  8. Manfaat sekali..dulu pernah d critain suami jg ada tmn pcpm yg mninggal trnyata yg d critain almarhum ini..istrinya andrian aka pak ustad

    ReplyDelete
    Replies


    1. Oalah, istrinya Pak Ustadz toh Nuke tuh. Salam ya utk pak Ustadz Nuke. Lama gak jumpa sama Andrian. Semoga kalian sehat selalu ya. Lancar segala kegiatannya.

      Delete

  9. Oalah, istrinya Pak Ustadz toh Nuke tuh. Salam ya utk pak Ustadz Nuke. Lama gak jumpa sama Andrian. Semoga kalian sehat selalu ya. Lancar segala kegiatannya.

    ReplyDelete
  10. Sangat terharu, sahabat terbaik sepanjang masa takkan terganti akan selalu dikenang dihati.

    ReplyDelete
    Replies

    1. Terima kasih banyak Shofia sudah berkunjung dan sudah memberikan komentarnya. Semoga di sana juga dirimu dikelilingi oleh sahabat-sahabat terbaik.

      Delete
  11. Tiba-tiba aja keingetan Deden, Ngetik google. Alfatikhah... :)

    ReplyDelete

Ridwan Sobirin. Powered by Blogger.

Visitors

- Copyright © Ridwan's Personal Light Thoughts -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -